seni kontemporer
SENI
KONTENPORER
·
PENGERTIAN
SENI RUPA KONTENPORER
Seni Kontemporer adalah salah satu cabang seni
yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer itu artinya kekinian, modern
atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau
saat ini. Jadi Seni kontemporer adalah seni yang tidak terikat oleh
aturan-aturan jaman dulu dan berkembang sesuai jaman sekarang. Lukisan
kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi waktu yang
sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada Rennaissance.
Begitu pula dengan tarian, lebih kreatif dan
modern. Kata “kontemporer” yang berasal dari kata “co” (bersama) dan “tempo”
(waktu). Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara
tematik merefleksikan situasi waktu yang sedang dilalui. Atau pendapat yang
mengatakan bahwa “seni rupa kontemporer adalah seni yang melawan tradisi
modernisme Barat”. Ini sebagai pengembangan dari wacana postmodern dan
postcolonialism yang berusaha membangkitkan wacana pemunculan indegenous art.
Atau khasanah seni lokal yang menjadi tempat tinggal (negara) para seniman.
Secara
awam seni kontemporer bisa diartikan sebagai berikut:
1. Tiadanya sekat antara
berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung,
grafis, kriya, teater, tari, musik, anarki, omong kosong, hingga aksi politik.
2. Punya gairah dan nafsu
"moralistik" yang berkaitan dengan matra sosial dan politik sebagai
tesis. Seni yang cenderung diminati media massa
untuk dijadikan komoditas pewacanaan, sebagai aktualitas berita yang
fashionable.
.
Tafsiran lain mengenai
praktik seni kontemporer di Indonesia:
- Dihilangkannya sekat antara berbagai kecenderungan artistik, ditandai dengan meleburnya batas-batas antara seni visual, teater, tari, dan musik.
- Intervensi disiplin ilmu sains dan sosial, terutama yang dicetuskan sebagai pengetahuan populer atau memanfaatkan teknologi mutakhir.
Istilah ini dianggap bisa
menyertai sebutan seni visual, musik, tari, dan teater.
Meskipun di Barat,
istilah Contemporary
Art jamak digunakan untuk menyebut praktik seni visual sesuai
kebutuhan kegiatan museum
maupun lembaga pencetus nilai seperti galeri seni dan balai lelang.
Perkembangan seni kontemporer Indonesia
Khalayak seni visual di Indonesia,
mencatat istilah ini sejak awal '70-an, ketika Gregorius Sidharta memberi judul pamerannya
sebagai Seni Patung Kontemporer.
Pelaku seni lain, Gerakan Seni Rupa Baru-dimediasikan
Sanento Yuliman dan Jim Supangkat-berusaha
menegaskan keberadaan praktik seni yang percaya dengan adanya berbagai tata
acuan untuk masyarakat yang tidak tunggal. Bagi Sanento, seni rupa modern Indonesia
bukanlah lanjutan dari seni rupa tradisional.
·
CIRI CIRI SENI KONTENPORER
- Tiadanya sekat antara berbagai disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung, grafis kriya, teater, tari, musik, anarki, omong kosong, hingga aksi politik.
- Punya gairah dan nafsu "moralistik" yang berkaitan dengan matra sosial dan politik sebagai tesis.
- Seni yang cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan, sebagai aktualitas berita yang fashionable.
- Tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman.
·
JENIS JENIS SENI KONTENPORER
Jenis-jenis
karya seni rupa kontemporer : mengutamakan jenis seni media baru seperti
instalasi, performance, fotografi, video, seni serat dan menerima seni kriya
dan seni popular.
Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer
muncul awal 70-an, ketika Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer
untuk menamai pameran seni patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang
pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar
adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin dianggap
usang.
Konsep modernisasi telah merambah semua bidang
seni ke arah kontemporer ini. Paling menyolok terlihat di bidang tari dan seni
lukis. Seni tari tradisional mulai tersisih dari acara-acara televisi dan hanya
ada di acara yang bersifat upacara atau seremonial saja.
Seperti diungkapkan Humas Pasar Tari Kontemporer
di Pusat Latihan Tari (PLT) Sanggar Laksamana Pekanbaru yang tidak hanya
diminati para koreografer tari dalam negeri tetapi juga koreografer tari asing
yang berasal dari luar negeri. Sebanyak 18 koreografer tari baik dari dalam
maupun luar negeri menyatakan siap unjuk kebolehan dalam pasar tari kontemporer
tersebut. "Para koreografer sudah tiba di
Pekanbaru, mereka menyatakan siap unjuk kebolehan dalam pasar tari itu,"
ujar Humas Pasar Tari Kontemporer, Yoserizal Zen di Pekanbaru
Lukisan kontemporer semakin melejit seiring dengan
meningkatnya konsep hunian minimalis, terutama di kota-kota besar. Seperti
diungkapkan oleh seniman lukis kontemporer Saptoadi Nugroho dari galeri Tujuh
Bintang Art Space Yogyakarta, "Lukisan kontemporer semakin diminati
seiring dengan merebaknya konsep perumahan minimalis terutama di kota-kota
besar. Akan sulit diterima bila kita memasang lukisan pemandangan, misalnya
sedangkan interior ruangannya berkonsep modern."
Hal yang senada diungkap oleh kolektor lukisan
kontemporer, "Saya mengoleksi lukisan karena mencintai karya seni.
Kalaupun nilainya naik, itu bonus," kata Oei Hong Djien, kolektor dan
kurator lukisan ternama dari Magelang. Begitu juga Biantoro Santoso, kolektor
lukisan sekaligus pemilik Nadi Gallery. "Saya membeli karena saya suka.
Walaupun harganya tidak naik, tidak masalah," timpalnya.
Oei dan Biantoro tak pernah menjual koleksinya.
Oei memilih untuk memajang lebih dari 1.000 bingkai lukisannya di museum
pribadinya. Karya-karya besar dari Affandi, Basuki Abdullah, Lee Man Fong,
Sudjojono, Hendra Gunawan, dan Widayat terpampang di sana bersama karya-karya
pelukis muda.
Pendapat lain dari Yustiono, staf pengajar FSRD
ITB, melihat bahwa seni rupa kontemporer di Indonesia tidak lepas dari pecahnya
isu posmodernisme (akhir 1993 dan awal 1994), yang menyulut perdebatan dan
perbincangan luas baik di seminar-seminar maupun di media massa pada waktu itu.
·
SEJARAH SENI KONTENPORER DI ASIA TENGGARA.
Sejak Marjorie Chu kali pertamanya membuka sebuah
galeri seni rupa di Singapura pada tahun 1971, dia berharap galerinya bisa
sebagai jembatan atau mata rantai antara seniman, kolektor dan pecinta seni.
Dia membuka Raya Gallery di Cuscaden House Hotel (sekarang Hotel Bulevard), dan
ketika hotel direnovasi bentuknya dia memindahkan Raya Gallery sebagai Specialists’ Centre. Kemudian,
galerinya dinamai kembali Art Forum pada tahun 1980, sejak proses perjalanan.
Di tahun 1989 Art Forum Pte Ltd menampung pikiran-pikiran yang searah - tahun
1920-an di mana sebuah teras rumah dengan canggih diubah menjadi sebuah ruang
pameran. Pada lantai bagian atas rumah tingkat dua ini ada sebuah ruang kantor
dan stock room. Koleksi karya
seninya didisplay sebagai basis perputaran.
Sebelum dia membuka galeri pertamanya, Marjorie
memiliki sebuah karier menarik selama sepuluh tahun sebagai seorang akuntan.
Terlepas dari pekerjaannya yang full-time,
dia menikah dan mempunyai dua anak. Dia sangat tertarik akan seni rupa, maka
setiap ada penyelenggaraan pameran di Singapura dia selalu menghadiri, St. Andrew’s Mission Hospital Charity pameran
yang diorganisir oleh Dr. Ear Lu. Dalam rangka memahami seni rupa secara umum,
dia sering mengunjungi Singapore Art
Museum, dan Dr. Ear Lu sebagai penolong dalam memperkenalkannya lukisan
Cina di extra-mural ceramah kuliah yang diorganisir oleh University of Singapore. Marjorie
juga menghadiri sebuah kursus mengenai lukisan kontemporer di London yang mengajarnya bagaimana cara
membaca sebuah lukisan. Dia mulai dengan mengoleksi patungnya Ng Eng Teng,
lukisannya Lee Man Fong dan Thomas Yeo.
Sejak Marjorie memutuskan meninggalkan profesinya
sebagai seorang akuntan, dia ingin mendirikan sebuah bisnis yang mengijinkannya
untuk menggunakan lebih waktunya dengan keluarga. Karena Marjorie seorang
akuntan, sehingga dia cnderung berpikir pragmatis. Pertama, ia memutuskan untuk
mendirikan bisnisnya sendiri, dia menyimpulkan bahwa sebuah galeri seni rupa
paling sedikit memerlukan modal sebab dia bisa mengambil dari hasil penjualan
karya. Kedua, dia harus menyadari pula bahwa dia masih dini; galeri sebagai
mata pencaharian bisnis. Seandainya tak ada seorangpun yang membeli lukisan,
dia menyiapkan kebiasaan menyusun sebuah side-business.
Marjorie berpikir jika dia menaruh investasinya ke dalam cetakan yang bisa dia
serahkan tiga kali dalam setahun, kemudian dia bisa menyerahkan stock-nya lebih cepat jika dia
menaruh semua dari investasinya ke dalam lukisan. Dia mengira dengan tepat
bahwa hal itu tidak akan mungkin dapat menyiapkan investasinya dalam sebuah
lukisan dengan cepat. Jika dia ada keberuntungan, mungkin dia akan menjual
lukisan pada hari berikutnya atau barangkali dia akan menyimpannya selama
sepuluh tahun atau lebih, seperti telah terjadi pada banyak kasus karya yang
dikoleksi biasa dibingkai dalam sebuah bisnis, juga membuktikan cara untuk
menjadi yang baik pada klien baru. Ketika mereka datang ke galeri, mereka akan melihat
karya dan akan sering membelinya.
Setelah pembukaan galerinya, Marjorie sangat aktif
menghadiri pameran di Singapura. Dia mengakui adanya Alfa Gallery
menunjukkannya jalan kepada seniman avant
garde dari setiap waktu. Dia menjumpai banyak seniman di Alfa Gallery,
Goh Beng Kwan, Khoo Sui Ho, Thomas Yeo, Anthony Poon dan Choy Weng Yang.
Sepanjang tahun 1970-an, dia membeli banyak lukisan di sana, termasuk
karya-karyanya Khoo Sui Ho dan Goh Beng Kwan, dan pertama dia melihat karya
seniman Malaysia Latiff Mohidin di Alfa Gallery.
Sejak Marjorie melihat lukisan para Singapore Pioneer Artists dan para
mahasiswa, mereka telah menemukan inspirasi baru pada perjalanan mereka ke
Indonesia dan Malaysia, dia menyadari bahwa orang-orang di Singapura yang dia
maksud menjadi bagian dari Asia Tenggara. Pada waktu itu, dan kini Marjorie
sangat digairahkan oleh pembentukan Negara ASEAN. Ada perdagangan bebas dan gerak bebas antara
negara-negara ini, seperti halnya merasa ada sebuah kesetiakawanan antar negara
tetangga. Hingga sekarang, dia berpikir tentang ASEAN terhadap lima
negara sebagai anggota pendiri - Indonesia,
Malaysia, Thailand, Philipina dan Singapura.
Marjorie memutuskan bahwa dia perlu membuat tiap-tiap usaha kemungkinannya
dapat untuk melihat semua seni rupa di lima
negara dan, mengapa koleksinya sangat fokus pada seni rupa kontemporer ASEAN.
Walaupun sekarang dia juga mempunyai sebuah koleksi model seni rupa kontemporer
dari India, Australia
dan Jepang, namun karya-karya ini tidak membentuk pada fokus koleksinya.
Marjorie mengatakan, "Sepanjang tahun
1970-an, saya menyadari bahwa saya melebihi dari seorang Singapura, saya adalah
bagian dari Asia Tenggara, maka saya mengikuti jalan kecil dari Seniman Pelopor
dan pergi ke negara-negara ASEAN untuk melihat diri sendiri. Dalam pencarian
saya untuk seniman di negara-negara Asia Tenggara, saya menggunakan teknik
persisnya sama yang telah saya gunakan di Singapura: saya pergi ke museum,
pameran, perguruan tinggi seni, dan saya menggunakan banyak waktu untuk bertemu
dan berbicara dengan banyak seniman lokal." Dia juga mulai merindukan
hubungannya dengan art dealer,
terutama Arturo Luz di Philipina dan Hendra Hadiprana di Jakarta, keduanya
adalah penasehat penting untuk galeri-galeri yang masih muda.
Marjorie mencari tiap karya-karya seniman yang
menarik. Kemudian, ketika mungkin dia membeli banyak dari karya mereka, atau
mengambil beberapa karya yang dijual. "Saya tidak punya agenda tertentu
atau ingin mendaftar. Saya bersandar pada yang wah! dan intuisi. Ini telah terbukti
sukses. Tentang keuangan saya cukup lancar dan saya mengaturnya untuk
perpanjangan sewa buat galeri. Bagaimanapun, saya mempertimbangkan bahwa sukses
riil saya berada dalam jaringan art
dealer dan seluruh seniman Asia Tenggara," dia mengatakan.
Setelah beberapa tahun banyak mengoleksi karya
seni, Marjorie menyadari bahwa koleksinya itu merupakan dokumen penting
sehingga orang lain boleh jadi mampu memahami arti dan ruang lingkupnya. Dia
memulai dengan mencoba untuk menjelaskan karya ke keluarganya sendiri, dan teks
untuk buku ini benar-benar dimulai dalam wujud sebuah surat kepada putrinya Audrey. Karena Marjorie
mengetahui semua karya seniman telah dia koleksi, dia mengetahui bahwa dia bisa
meneliti dan menjelaskan karya mereka. Bagaimanapun juga, ketika dia hendak
memulai untuk menulis, dia menemukan kendala kalau dia tidak bisa mengetik
secara cepat, maka dia mencoba memakai jenis perangkat lunak lain yang akan
(menurut dugaan) mengetik kata-kata ketika dia berbicara. Metoda ini juga
membuktikan kegagalannya: nampak perangkat lunak seperti itu tidak bisa
mengenali semua kata-kata, terutama seperti ada istilah Indonesia, Thailand,
orang Philipina, orang Malaysia dan nama-nama Cina, seperti halnya banyak
terminology lain; seperti ikat, batik dan hilangnya penampakan lilin dalam
tulisan. Marjorie juga menemukan bahwa dia tidak bisa sesederhana merekam teks
ke dalam sebuah alat perekam dan kemudian memiliki penjelasan berupa teks
tulisan. Kapan saja dia mendengarkan apa yang telah dia rekam, dia akan menghapusnya
semua.
Secepatnya Marjorie memutuskan bahwa satu-satunya
metoda mungkin boleh jadi untuk mendikte ke seseorang dengan kontak mata,
seolah-olah dia sedang memarahi. Itu adalah bagian saya dalam memulai
proyek ini, dan setelah mengumpulkan banyak waktu informasi direkam termasuk
selama perjalanan ke Singapura, kemudian saya mencatat, mengedit, membetulkan,
mengubah, dan memastikan bahwa teks masih membunyikan seperti suara Marjorie.
Adalah menarik bahwa ini merupakan proyek penulisan karena dibuat dengan fakta
- seperti Maria Callas tidak bisa menyanyi disebuah ruang studio rekaman, dan
oleh karena itu semua proses rekaman harus dilaksanakan pada saat sedang konser
- Marjorie harus lebih dulu melaksanakan sebuah pendengaran dalam rangka
merekam material untuk bukunya. Kebanyakan proses perekaman dilakukan di
Singapura. Kaitannya dengan segala aktivitas di galeri sepanjang siang hari,
Marjorie dan saya sering menemukan waktu yang terbaik untuk bekerja kadang
terlambat pada malam hari sampai pagi hari, tetapi sungguh sial ini
kadang-kadang bermaksud untuk mendengarkannya mungkin sudah mulai mengangguk
batal terus tidur di dipan. Paling mengesankan ketika sesi perekaman lain
mengambil tempat selama perjalanan kereta dari Bandung
ke Jogjakarta, dan kita juga merekam sebagian
dari material selama perjalanan ke Bali, Jakarta
dan Magelang di Indonesia. Keseluruhan proyek adalah sebuah pelajaran
pengalaman yang menyenangkan yang membuka wah! kepada image yang besar tentang
seni rupa kontemporer Asia Tenggara.
Bukannya hendak membagi buku ke dalam bab tentang
penggolongan seniman luar negeri, kita menyadari bahwa hal itu jadi lebih
menarik ketimbang mencampur-adukkan semua seniman dari berbagai negara ke dalam
bab yang memusatkan pada gaya
tertentu, seperti drawing, still life (lukisan
alam benda), lukisan figuratif, lanscape, patung, seni abstrak, dan seterusnya.
Dengan cara ini mungkin Marjorie dapat membandingkan perbedaan antara konsep
dan gaya
seniman diberbagai negara Asia Tenggara. Dia dapat juga membuat cross-references antara seni dan
craft (kriya): dia interes pada seni rupa Asia Tenggara untuk belajar tenun
tekstil, teknik membatik dengan lilin, pernis, cor perunggu dan keramik. Satu
bab fokus pada traveling dengan para seniman ke Bali, Australia, China, India
dan Skotlandia; dan di sana tiga bab memusatkan pada seniman-seniman individu -
Srihadi Soedarsono, Goh Beng Kwan dan Chua Ek Kay.
Sepanjang proses dalam mendokumentasi koleksinya,
Marjorie merasa bahwa dia telah menemukan unsur-unsur penting dalam bahasa
tentang seni rupa kontemporer Asia Tenggara, meringkas dengan point-point
sebagai berikut:
Teknik kuas Cina yang sudah melebihi seperti
tulisan tinta
Pengaruh craft, ritual dan kehidupan rakyat mewarnai pada seni rupa
Hitam dan putih diterima sebagai warna dalam seni rupa di Asia Tenggara
Pilihan untuk komposisi horisontal dan vertikal
Kertas dan kain kanvas sebagai media yang sama penting dalam seni rupa
Pengaruh craft, ritual dan kehidupan rakyat mewarnai pada seni rupa
Hitam dan putih diterima sebagai warna dalam seni rupa di Asia Tenggara
Pilihan untuk komposisi horisontal dan vertikal
Kertas dan kain kanvas sebagai media yang sama penting dalam seni rupa
Kita bermaksud mengucapkan rasa terima kasih
kembali kepada Audrey untuk pembacaan kritisnya dan pertanyaannya yang
provokatif selama proses editing; Mary Tolman untuk koreksi naskah dengan
saksama tentang draft akhir; Chen Shen Po untuk ketrampilannya dalam
menempatkan berbagai peta hand-drawn
oleh Marjorie Chu; dan Pandu untuk keahliannya dalam memanipulasi koreksi warna
dari image yang diteliti.
Ketika kita mengerjakan revisi teks akhir, kita bisa melihat candi Borobodur yang bagus sekali jauhnya hanya beberapa ratus meter. Pada saat itu, kita merilis Understanding Contemporary Southeast AsianArt menjadi judul paling sesuai untuk buku ini, sebab Marjorie paling tertarik akan seni rupa kontemporer Asia, dan dia memahami "Big Picture" tentang seni rupa di Asia.
·
SENIMAN SENI RUPA KONTENPORER
Sebelumnya kita semua sudah mengtahui bahwa sejak
munculnya seni rupa kontenporer di Indonesia sejak itu pula tiap hari
seniman-seniman dari bidang ini bermunculan. Bukan hanya di Indonesia di
Negara-negara lainpun sudah banyak seniman yang menggeluti atau mengekspresikan
hasil karya seninya dalam bentuk seni rupa kontenporer. Seniman seniman seni
rupa kontenporer tersebut diantaranya yaitu:
1. ANDY WARHOL
PORTRAIT
Secara
Personal, banyak tokoh dalam Seni Lukis Kontemporer, namun dalam
perkembangannya saat ini, Andy Warhol merupakan salah satu tokoh yang menerapkan
Seni Lukis Kontemporer pada berbagai hasil karya lukisannya.
Andy Warhol lahir 6 Agustus 1928 dan meninggal
pada 22 Februari 1987 id usia 58 tahun. Andy Warhol merupakan penggerak dalam
Seni Lukis Kontemporer, selain itu dia juga sebagai seniman, dan sutradara
avant-grande. Warhol juga bekerja sebagai penerbit, produser rekaman dan aktor.
Dengan latar belakang dan pengalamannya dalam seni komersil, Warhol menjadi
salah satu pencetus gerakan Pop Art di Amerika Serikat pada tahun 1950an.
Sebagai anak kelahiran Pittsburgh,
Andy Warhol pindah ke New York
pada usia 21 tahun untuk menjadi seorang seniman komersial. Pekerjaan ini
memberinya pengalaman dalam pencetakan silkscreen, yang pada akhirnya menjadi
media pilihannya. Warhol membuat lukisan mulai dari objek yang familiar seperti
sup kaleng dan brillo pads. Setelah periode yang singkat dengan lukisan
tangannya, Warhol mulai menggunakan teknik mekanik untuk memproduksi karyanya
secara massa.
Ia tertarik dengan budaya populer, yang ia buktikan dengan mulai melukis
selebriti dan kliping koran. Warhol juga membuat film dan bekerja sama dengan
band rock, The Velvet Underground.
Di luar dunia seni, Warhol dikenal dengan
ucapannya “Di masa depan semua orang akan menjadi terkenal selama 15 menit”.
Dia berkata kepada beberapa reporter, “Kalimat terbaru saya adalah, ‘Dalam lima belas menit, semua
orang akan menjadi terkenal’”. Karya-karyanya yang paling dikenal adalah
lukisan-lukisan kemasan produk konsumen dan benda sehari-hari yang sangat
sederhana. Di antaranya gambar sebuah pisang pada cover album musik rock THE VELVET UNDERGROUND & NICO
(1967), dan juga untuk potret-potret ikonik selebritis abad 20, seperti Marilyn Monroe, Elvis Presley, Jacqueline
Kennedy Onassis, Judy Garland, dan Elizabeth Taylor. Sementara sebagai aktor ia telah membintangi
puluhan film sejak masa hidupnya. Di antara film suksesnya adalah BLOW JOB (1963), EAT (1963), BATMAN DRACULA (1964), dan BLOOD FOR DRACULA (1974).
2.
SINDUDARSONO SUDJOJONO
Sindudarsono Sudjojono (1913-1985) Dia pionir yang
mengembangkan seni lukis modern khas Indonesia. Pantas saja komunitas
seniman, menjuluki pria bernama lengkap Sindudarsono Sudjojono yang akrab
dipanggil Pak Djon iini dijuluki Bapak Seni Lukis Indonesia Baru. Dia salah
seorang pendiri Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) di Jakarta tahun 1937
yang merupakan awal sejarah seni rupa modern di Indonesia.
Ia seorang nasionalis yang menunjukkan pribadinya
melalui warna-warna dan pilihan subjek. Sebagai kritikus seni rupa, dia sering
mengecam Basoeki
Abdullah sebagai tidak nasionalistis, karena melukis perempuan
cantik dan pemandangan alam. Sehingga Pak Djon dan Basuki dianggap sebagai
musuh bebuyutan, bagai air dan api, sejak 1935. Pak Djon lahir dari keluarga
transmigran asal Pulau Jawa, buruh perkebunan di Kisaran, Sumatera Utara. Namun
sejak usia empat tahun, ia menjadi anak asuh. Yudhokusumo, seorang guru HIS,
tempat Djon kecil sekolah, melihat kecerdasan dan bakatnya dan mengangkatnya sebagai
anak. Yudhokusumo, kemudianmembawanya ke Batavia
tahun 1925.
Lukisannya punya ciri khas kasar, goresan dan
sapuan bagai dituang begitu saja ke kanvas. Objek lukisannya lebih menonjol
pada Lukisan pemandangan alam,
sosok manusia, serta suasana. Pemilihan objek itu lebih didasari hubungan
batin, cinta, dan simpati sehingga tampak bersahaja. Lukisannya yang monumental
antara lain berjudul: Di Depan Kelambu Terbuka, Cap Go Meh, Pengungsi dan Seko.
Ada beberapa
karya pesanan yang dibanggakannya. Di antaranya, pesanan pesanan Gubernur DKI,
yang melukiskan adegan pertempuran Sultan Agung melawan Jan Pieterszoon Coen,
1973. Lukisan ini berukuran 300310 meter, ini dipajang di Museum DKI
Fatahillah.
Secara profesional, penerima Anugerah Seni tahun
1970, ini sangat menikmati kepopulerannya sebagai seorang pelukis ternama.
Karya-karyanya diminati banyak orang dengan harga yang sangat tinggi di
biro-biro lelang luar negeri. Bahkan setelah dia meninggal pada tanggal 25 Maret
1985 di Jakarta, karya-karyanya masih dipamerkan di beberapa tempat, antara
lain di: Festival of Indonesia (USA, 1990-1992); Gate Foundation (Amsterdam,
Holland, 1993); Singapore Art
Museum (1994); Center for Strategic and International Studies
(Jakarta, Indonesia, 1996); ASEAN Masterworks (Selangor, Kuala Lumpur,
Malaysia, 1997-1998).
·
KESIMPULAN
Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer
muncul awal 70-an, ketika Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer
untuk menamai pameran seni patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang
pengamat seni rupa, berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar
adalah upaya pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin
dianggap usang.
Konsep modernisasi telah merambah
semua bidang seni ke arah kontemporer ini. Paling menyolok terlihat di bidang
tari dan seni lukis. Seni tari tradisional mulai tersisih dari acara-acara
televisi dan hanya ada di acara yang bersifat upacara atau seremonial saja.
Seni Kontemporer adalah salah satu
cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer itu artinya
kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama dengan kondisi
waktu yang sama atau saat ini. Jadi Seni kontemporer adalah seni yang tidak
terikat oleh aturan-aturan jaman dulu dan berkembang sesuai jaman sekarang.
Lukisan kontemporer adalah karya yang secara tematik merefleksikan situasi
waktu yang sedang dilalui. Misalnya lukisan yang tidak lagi terikat pada
Rennaissance.
0 komentar :
Posting Komentar